anthurium

anthurium
generasi muda anthurium terus tumbuh tak terbendung

07.29 Edit This 0 Comments »

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Identitas

 Kelas/ Semester /Tahun
: XI/ GENAP/ 2020
Mata Pelajaran
: Biologi
 Alokasi Waktu
: 10 x 45 menit
Materi
: Sistem Pertahanan Tubuh
 Guru SMA N 1 Gringsing, Kab. Batang, Prov Jateng
                             :  Sumi, M.Pd



Tujuan

Melalui proses mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi dan mengkomunikasikan hasil mengolah informasi diharapkan siswa dapat:
1.  Menganalisis penyebab HIV AIDS
2.  Menjelaskan struktur sel/jaringan tubuh yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh
3.  Menjelaskan fungsi antigen, antibodi bagi pertahanan tubuh
4.  Menjelaskan penyebab gangguan kelainan kekebalan tubuh serta cara mengatasi kelainan-kelainan yang berhubungan dengan sistem imun dari berbagai sumber
5.  Menganalisis proses terbentuknya kekebalan tubuh yang dapat terjadi secara pasif-aktif dan  terjadi karena bekerjanya jaringan tubuh yang melawan benda asing masuk ke dalam tubuh
6.  Menjelaskan secara lisan tentang mekanisme terbentuknya sistem kekebalan dalam tubuh, dapat terganggu akibat berbagai sebab dan istilah-istilah baru yang berkaitan dengan sistem kekebalan
7.  Melakukan kampanye pentingnya partisipasi masyarakat dalam program immunisasi serta kelainan dalam sistem imun











Proses Pembelajaran


 Pendahuluan
(Apersepsi)
:

 Tampilkan video tentang HIV
 Pertanyaan awal : Bagaimana seseorang bisa terjangkit  penyakit AIDS? Bagian mana dari tubuh yang diserang virus HIV?
Kegiatan Inti
:

Pertemuan  1
·       Mendiskusikan hubungan HIV/AIDS dengan sistem kekebalan tubuh.
·       Mengkaji literatur tentang struktur sel/jaringan tubuh yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh melalui kerja kelompok.
·       Mempresentasikan hasil kerja kelompok
Pertemuan 2
·       Mendiskusikan fungsi antigen, antibodi bagi pertahanan tubuh melalui kerja kelompok.
·       Menayangkan video tentang antigen dan antibodi bagi pertahanan tubuh.
Pertemuan 3
·       Mendiskusikan penyebab gangguan kelainan kekebalan tubuh serta cara mengatasi kelainan-kelainan yang berhubungan dengan sistem imun dari berbagai sumber melalui kerja kelompok.
·       Mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
Pertemuan 4
·       Mendiskusikan proses terbentuknya kekebalan tubuh yang dapat terjadi secara pasif-aktif dan  terjadi karena bekerjanya jaringan tubuh yang melawan benda asing masuk ke dalam tubuh melalui kerja kelompok.
·       Mendiskusikan mekanisme terbentuknya sistem kekebalan dalam tubuh, dapat terganggu akibat berbagai sebab dan istilah-istilah baru yang berkaitan dengan sistem kekebalan.
·       Mempresentasikan hasil kajian diskusi kelompok. 
Pertemuan 5
·       Membuat poster untuk kampanye program imunisasi dan kelainan sistem imun secara berkelompok.
·       Mempresentasikan poster sekaligus kampanye secara kelompok.
 Proses pembelajaran ini siswa dibebaskan untuk memilih sumber belajar, termasuk dari sumber internet.
 Siswa mencari informasi mengenai sistem imun dengan pengawasan dan bimbingan guru
 Siswa bersama-sama dengan guru menyimpulkan hal-hal yang berkaitan dengan sistem imun.

Penutup
:
Menyimpulkan hasil pembelajaran. Setelah melakukan pembelajaran, diharapkan siswa memahami tentang system imun.

Penilaian

Rasa Ingin Tahu
: Melalui pengamatan pada proses pembelajaran
Tanggung Jawab
: Melalui pengamatan pada proses dan hasil dari pembelajaran
Pengetahuan dan Ketrampilan
: Melalui diskusi, tanya jawab, dan lembar tugas yang diberikan guru pada proses pembelajaran dan penugasan. Dalam bentuk: Tes tertulis/Tugas/Portofolio/proyek
Gringsing, Januari 2020
Guru Mata Pelajaran

Sumi, M.Pd.
NIP.
 
 

05.58 Edit This 0 Comments »
Mata Kuliah :
KAPITA SELEKTA HEWAN

TAKE HOME EXAM
SISTEM IMUN
Oleh :
SUMI


Slide 1

SISTEM IMUN

Pertahanan tubuh terhadap infeksi terdiri dari sistem imun alamiah atau nonspesifik yang sudah ada dalam tubuh, dan dapat bekerja segera bila ada ancaman, sedangkan sistem imun spesifik baru bekerja setelah tubuh terserang dengan mikroorgansime ke dua kali atau lebih. Sistem imun nonspesifik terdiri dari faktor fisis seperti kulit, selaput lendir, silia, batuk dan bersin, faktor larut yang terdiri dari faktor biokimia seperti lisozim (keringat), sekresi sebaseus, asam lambung, laktoferin dan asam neuraminik, faktor humoral sepeti komplemen, interferon dan CRP, sedangkan faktor selular seperti sel fagosit (mono-dan polimorfonukliar), sel NK, sel mast dan sel basofil. Sistem imun spesifik terdiri dari faktor humoral seperti berbagai antibodi yang diproduksi sel B dan faktor selular seperti Th (Th1, Th2, Ts, Tdth dan Tc).



Slide 2

Sistem pertahanan
Jalur pertama, memblokir jalur masuk pathogen ke dalam tubuh
Jalur kedua, jika masuk ke dalam tubuh, terdapat pertahanan internal berupa fagositosis dan komplemennya (humoral)
Jalur ketiga dari pertahanan system imun berupa antibody dan limfosit T

Komponen pertama sistem imun non spesifik humoral ialah sistem komplemen, suatu enzim serum yang meningkatkan fagositosis bakteri dengan cara opsonisasi dan mengaktifkan reaksi inflamasi. Komplemen dapat menghancurkan membran sel bakteri serta melepaskan faktor kemotaktik untuk menggerakkan sel fagosit ke lokasi infeksi. Komponen kedua
ialah protein fase akut plasma, misalnya C-reactive protein(CRP), yang mengikat berbagai molekul pada permukaan bakteri, mengikat komplemen dan mempermudah fagositosis bakteri. Komponen ketiga ialah interferon, yang dihasilkan oleh monosit dan limfosit T pada infeksi virus.

Slide 3

1. Membran luar pembuluh darah mengalami permeabilitas untuk memudahkan ditembus oleh makrofag keluar menuju jaringan kulit yang terinfeksi patogen (bakteri).
2. Makrofag ketika menelan bakteri tahap demi tahap. Makrofag memanjang untuk menangkap bakteri.
3. Bakteri tertangkap dan terjebak di dalam perpanjangan membran makrofag.Bakteri yang sudah terperangkap di membran makrofag ditelan satu persatu.
Fagositosis adalah fitur imunitas bawaan penting yang dilakukan oleh sel yang disebut fagosit. Fagosit menelan, atau memakan patogen atau partikel. Fagosit biasanya berpatroli mencari patogen, tetapi dapat dipanggil ke lokasi spesifik oleh sitokin.Ketika patogen ditelan oleh fagosit, patogen terperangkap di vesikel intraselular yang disebut fagosom, yang sesudah itu menyatu dengan vesikel lainnya yang disebut lisosom untuk membentuk fagolisosom. Patogen dibunuh oleh aktivitas enzim pencernaan atau respiratory burst yang mengeluarkan radikal bebas ke fagolisosom. Fagositosis berevolusi sebagai sebuah titik pertengahan penerima nutrisi, tetapi peran ini diperluas di fagosit untuk memasukan menelan patogen sebagai mekanisme pertahanan.Fagositosis mungkin mewakili bentuk tertua pertahanan, karena fagosit telah diidentifikasikan ada pada vertebrata dan invertebrata.


Slide 4
Oligosakarida spesifik pada neutrofil melekat pada lectin yang terdapat pada membran sel. Kesesuaian ikatan ini meningkatkan permeabilitas membran pembuluh kapiler sehingga netrofil dapat menembus keluar menuju jaringan tubuh yang terinfeksi.



Efek histamin ialah peningkatan aliran darah dan permiabilitas vaskuler sehingga sel-sel leukosit lebih mudah keluar dari pembuluh darah ke lokasi infeksi.Netrofil teraktivasi akan keluar dari pembuluh darah menuju ke jaringan tempat terjadinya infeksi, lalu memakan dan memasukkan bakteri yang telah diselubungi C3b ke dalam fagosomnya.4 Selanjutnya terjadi pelepasan berbagai spesies oksigen reaktif oleh netrofil untuk membunuh kuman.
Neutrofil adalah sel darah putih yang berukuran besar, yang mencerna mikroba dan antigen lainnya. Neutrofil memiliki granula yang mengandung enzim untuk menghancurkan antigen yang ditelan olehnya. Neutrofil ditemukan di dalam darah; untuk keluar dari darah dan masuk ke dalam jaringan, neutrofil memerlukan rangsangan khusus.


Slide 5


Bakteri di dalam plasma
Sistem komplemen, suatu enzim serum yang meningkatkan fagositosis bakteri dengan cara opsonisasi dan mengaktifkan reaksi inflamasi. Komplemen dapat menghancurkan membran sel bakteri serta melepaskan faktor kemotaktik untuk menggerakkan sel fagosit ke lokasi
Bakteri di pecah atau lisis kemudian dicerna di dalam lisosom


Slide 6


Respiratory burst berlangsung sekitar 30 – 60 menit dan memerlukan oksigen.
Respiratory burst terjadi pada saat leukosit memfagosit mikroorganisme yang merupakan refleksi utilisasi oksigen yang sangat meningkat disertai produksi sejumlah besar derivat reaktif, yaitu O2-, H2O2, OH dan OCl-
. Sebagian derivat ini merupakan mikrobisidal yang poten. Sistim rantai transport elektron yang bertanggung jawab terhadap respiratory burst ini memiliki komponen-komponen antara lain(2)
:
1) NADPH oksidase (NADPH O2-oksidoreduktase).
2) Sitokrom tipe b: mampu mereduksi oksigen menjadi superoksida. Karena pengaruh oksidase dan sitokrom di atas, maka oksi- gen direduksi menjadi superoksida. Kemudian superoksida secara spontan dengan bantuan enzim superoksida dismutase diubah menjadi H2O2. Superoksida yang terbentuk disalurkan ke luar sel atau ke dalam phagolisosom. Di dalam phagolisosom, bakteri dibunuh oleh adanya aksi kombinasi dan pH yang meninggi, ion superoksida, derivat oksigen lain, peptida/protein lain yang bersifat bakterisid

Slide 7

Senyawa ini:
1) Dipakai oleh mieloperoksidase. Mieloperoksidase H2O2+ X-+ H+-----­­­­­HOX + H2O(1,3)
(X = Cl, Br, I-, SCN-; HOCI = asam hipoklorit) H2O2 dihasilkan oleh sistim NADPH-oksidasde. HOCI adalah oksidan dan mikrobisid kuat.
2) Diubah menjadi (OH) dengan bantuan enzim Glutation peroksidase.
3) Diubah oleh Katalase menjadi Air dan O2-. 2H2O2-----2H2O + O2
­­­­­­­­­­­­­­­Radikal hidroksil (OH) juga dapat terbentuk dari H2O yaitu bila terdapat ion-ion logam (misal : Fe2+menurut Reaksi Fenton, dan Reaksi Haber-Weiss(1,3)
(i) Fe2++ H2O2 -------­­­­Fe3++ OH + OH-
(ii) O2-+ H2O2­­­­---------O2+ OH-+ OH


Slide 8

Pembagian Antigen:
1. Antigen. kelas I : hanya ditemukan pada tumor itu saja dan tidak pada sel normal /keganasan lain.
2. Antigen klas II : juga ditemukan pada tumor lain.
3. Antigen klas III : juga ditemukan pada sel normal dan ganas.
Antigen onkofetal tumor mengekpresikan dirinya :
- melalui permukaan
- Produknya yang dilepas dalam darah yang tidak ditemukan pd jaringan normal.
Antigen kelas I/ MHC KELAS I
- Pada semua sel berinti dan trombosit,yang dapat menjadi sasaran penolakan pada transplantasi.
- HLA-A,HLA-B,HLA-C.
- Antigen MHC I,mempresentasikan Ag terproses kepada CD8
- Karena TCR hanya mengenal komplek ag-MHC→CD8+selT : hanya berikatan dan membunuh sel terinfeksi yang mengandung Ag kelas I.
Antigen kelas II /MHC kelas II
- Sel dendritik,makrofag,sel B,sel T teraktivasi.
- HLA D,sub lokus :DP- Antigen MHC kelas II kusus berikatan dan mempresentasikan Antigen eksogen pada CD4+selT
- Merupakan Antigen terpenting pada penolakan transplantasi.
Slide 9


o Sel Natural Killer: membunuh virus dan tumor dengan cara kontak sel ke sel. Natural killer cell (sel NK) adalah sel limfosit tanpa ciri-ciri sel limfoid sistem imun spesifik yang ditemukan dalam sirkulasi. Oleh karena itu disebut juga sel non B non T atau sel populasi ke tiga atau null cell. Morfologis, sel NK merupakan limfosit dengan granul besar, oleh karena itu disebut juga large granular lymphocyte/LGL. Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma. Interferon mempercepat pematangan dan meningkatkan efek sitolitik sel NK.
o Dalam respons yang diperantarai sel T, sel T sitotoksik melawan patogen intraseluler. Sebagian besar sel T sitotoksik diaktifkan oleh sitokin dan pengikatan spesifik ke kompleks MHC kelas I-antigen pada suatu sel target (sel-sel terinfeksi, sel-sel transplan, atau sel-sel kanker). Sel T itu kemudian akan mensekresikan perforin, yang membentuk pori )lubang) pada membran sel target, dan menyebabkan sel tersebut lisis atau pecah.
o Interferon merupakan glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang terinfeksi virus dan dapat juga oleh limfosit. Interferon diproduksi segera setelah invasi virus, sebelum sel-sel imunokompeten lain seperti makrofag diaktifkan dan antibodi dibentuk. Efek interferon adalah menginduksi sel-sel yang terdapat disekitar sel yang terinfeksi virus sehingga menjadi resisten terhadap virus.

Slide 10



1. Begitu virus mulai menyerang tubuh, sebagian akan tertangkap bagian antigennya lewat bantuan makrofag kemudian dimusnahkan. Sebagian dari jutaan sel T-penolong yang bergerak dalam peredaran darah memiliki kemampuan untuk "membaca" antigen khusus ini. Sel T khusus ini menjadi aktif apabila berikatan dengan makrofag.
2. Menggalakkan Penggandaan Sel. Begitu diaktivasi, sel T penolong mulai membelah diri. Mereka lalu memperingatkan sel T-pembunuh dan sel B, yang lebih sedikit jumlahnya dan sensitif terhadap virus musuh, agar membelah diri. Ketika jumlah sel B meningkat, sel T-penolong mengiriminya sinyal untuk mulai memproduksi antibodi.
Slide 11


Mengalahkan Infeksi. Pada poin ini sebagian virus sudah berhasil berpenetrasi ke dalam sel. Tempat satu-satunya virus dapat membelah diri adalah sel tubuh. Dengan senyawa kimia yang mereka sekresikan, sel T-penolong mematikan sel yang ditumpangi virus ini dengan cara melubangi membrannya lalu membuang elemen di dalamnya. Dengan demikian mereka mencegah virus dalam sel tersebut bereproduksi. Dengan menempel langsung di permukaan si virus, antibodi melumpuhkan virus itu dan mencegahnya menyerang sel lain. Terakhir, sel yang terinfeksi dihancurkan dengan bantuan senyawa kimia yang disiapkan sebelum pertempuran.


Slide 12

Sampai kini telah diketahui 3 jenis IFN : alfa, beta dan gama Ketiganya memiliki efek biologik yang sama pada sel, namun berbeda dalam struktur, berat molekul serta daya antivirus dan imunomodulasinya Seperti yang disebut di atas IFN terjadi karena rangsangan virus, di samping itu sebagai akibat induksi oleh beberapa mikroorganisme, asam nukleat, antigen, mitogen dan polimer
sintetik. Proses induksi yang berlangsung berturut-turut menyebabkan depresi gen pembuat IFN, transplasi warna IFN dan transplasi protein IFN; keseluruhan proses berlangsung hanya dalam beberapa jam(2,6)
.
Setelah dihasilkan, IFN bekerja melalui beberapa mekanisme utama sebagai berikut :
IFN segera terikat pada reseptor spesifik pada permukaan sel; ikatan ini mengaktifkan 2 macam ensim, yaitu :
a)protein kinase, yang membantu fosforilasi 2 macam protein protein Alfa 1 dan elf-2 alfa. Kedua protein ini menghambat sintesis protein virus.
b)2', 5' oligoadenylate (2' 5' A) synthetase, yang membentuk oligonukleotida rantai pendek. Oligonukleotida ini selanjutnya merangsang ensim ribonuklease, yang akan menyebabkan degradasi RNA virus
.
Beberapa ensim lain, seperti sitokrom P450, juga diaktifkan oleh IFN. Ini berarti IFN bekerja pada beberapa tempat dalam fungsi antivirus ini.
Slide 13

Virus menginfeksi sel
Sel mengeluarkan antigen virus
Sel yang terindfeksi dibunuh oleh cairan racun yang diaktifkan sel T pada inti sel inang dan DNA virus

Slide 14

Peptida dihasilkan oleh CD8 sitotoksis sel T di luar membrane plasma
Protein virus sibentuk dalam sitoplasma ribosom
Protein globular virus menyerang
Proteasome memecah protein menjadi beberapa peptide
Protein peptide transporter memindahkan peptide ke dalam reticulum endoplasma
Protein MHC I α da β dibuat di reticulum endoplasma
Peptide dengan MHC bergerak menuju badan golgi
Peptida dengan MHC dari badan golgi menuju permukaan membranSlide 15
CTL mengenal antigen pada sel target
CTL aktif
Serangan mematikan diberikan CTL menggunakan perforin atau grandzyme B
CTL melepaskan diri dari sel target
Sel target mati mengalami apotopsis

Sel T pembunuh secara langsung menyerang sel lainnya yang membawa antigen asing atau abnormal di permukaan mereka. Sel T pembunuh adalah sub-grup dari sel T yang membunuh sel yang terinfeksi dengan virus (dan patogen lainnya), atau merusak dan mematikan patogen. Seperti sel B, tiap tipe sel T mengenali antigen yang berbeda. Sel T pembunuh diaktivasi ketika reseptor sel T mereka melekat pada antigen spesifik pada kompleks dengan reseptor kelas I MHC dari sel lainnya. Pengenalan MHC ini:kompleks antigen dibantu oleh co-reseptor pada sel T yang disebut CD8. Sel T lalu berkeliling pada tubuh untuk mencari sel yang reseptor I MHC mengangkat antigen. Ketika sel T yang aktif menghubungi sel lainnya, sitotoksin dikeluarkan yang membentuk pori pada membran plasma sel, membiarkan ion, air dan toksin masuk. Hal ini menyebabkan sel mengalami apoptosis.

Slide 16
Pada orang yang kebal, sel T pembunuh menyerang dan menghancurkan sel yang membawa antigen asing, seperti sel yang terinfeksi virus atau sel kanker. Sel T ini memiliki vakuola penyimpanan yang mengandung senyawa kimia, disebut perforin, karena ia melubangi membran sel dan melepaskan unit perforin protein. Unit ini bersatu membentuk lubang pada membran sasaran. Setelah itu, cairan dan garam masuk sehingga sel sasaran akhirnya pecah.
Pada sistem kekebalan, sitokinesis berfungsi sebagai pembawa pesan. Sitokinesis dihasilkan oleh sel-sel pada sistem kekebalan sebagai respon terhadap perangsangan. Sitokinesis memperkuat (membantu) beberapa aspek sistem kekebalan dan menghalangi (menekan) aspek yang lainnya. Beberapa sitokinesis bisa diberikan sebagai suntikan untuk mengobati penyakit tertentu. Contohnya: - alfa interferon efektif untuk mengobati kanker tertentu (misalnya leukemia sel berrambut) - beta interferon digunakan untuk mengobati sklerosis multipel - interleukin-2 diberikan kepada penderita melanoma maligna dan kanker ginjal
Pada gambar di atas, menggunakan gamma interferon untuk menekan fungsi tumor necrosis factor sehingga tidak terjadi sintetase.Slide 17

1. Proses fagositosis mendekati dan menelan bakteria atau mikroba lainnya. Bahan yang ditelan akan berada dalam fagosom. Fagosom akan menyatu dengan lisosom dan membentuk fagolisosom. Radikal-radikal oksigen dan enzim-enzim proteolisis akan dimasukkan ke dalam fagolisosom untuk mencerna benda asing dan memusnahkan benda tersebut. Hasil percernaan akan dikeluarkan dan sebagian dari partikel-partikel kecil akan diberikan kepada limfosit untuk mengaktifkan limfosit. Apabila fagositosis berlangsung, organisma atau benda asing terdapat dalam fagosom akan meningkatkan pengambilan oksigen, hal ini akan memicu peristiwa letupan oksidatif (oksidatif burst)
2. Limfosit, khususnya sel T mempunyai suatu interaksi dengan molekul MHC (major histocompatibility complex), pada manusia disebut HLA (human leucocyte antigen) yang sangat penting untuk dapat menjalankan fungsinya. Molekul MHC I, terdapat pada semua sel bernukleus dalam tubuh, akan menyajikan fragmen antigen ke sel T sitotoksik. Molekul MHC II, yang ditemukan terutama pada sel makrofag, dan sel B, menyajikan fragmen antigen ke sel T helper. Sel T yang sedang berkembang terpapar ke molekul MHC I dan II pada sel timus. Hanya sel-sel T yang mengandung reseptor dengan afinitas terhadap MHC-self yang mencapai pematangan
3. Antibodi Jika dirangsang oleh suatu antigen, limfosit B akan mengalami pematangan menjadi sel-sel yang menghasilkan antibodi. Antibodi merupakan protein yang bereaksi dengan antigen yang sebelumnya merangsang limfosit B. Antibodi juga disebut immunoglobulin. Setiap molekul antibodi memiliki suatu bagian yang unik, yang terikat kepada suatu antigen khusus dan suatu bagian yang strukturnya menerangkan kelompok antibodi. Terdapat 5 kelompok antibodi:
1. IgM adalah antibodi yang dihasilkan pada pemaparan awal oleh suatu antigen.
2. IgG merupakan jenis antibodi yang paling umum, yang dihasilkan pada pemaparan antigen berikutnya.
3. IgA adalah antibodi yang memegang peranan penting pada pertahanan tubuh terhadp masuknya mikroorganisme melalui permukaan yang dilapisi selaput lendir, yaitu hidung, mata, paru-paru dan usus.
4. IgE adalah antibodi yang menyebabkan reaksi alergi akut (reaksi alergi segera). IgE penting dalam melawan infeksi parasit (misalnya river blindness dan skistosomiasis), yang banyak ditemukan di negara berkembang.
5. IgD adalah antibodi yang terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam darah. Fungsinya belum sepenuhnya dimengerti.
Slide 18
Makrofag mendekati spora jamur lalu menelannya secara fagositosis.
Sistem kekebalan memiliki sistem peredaran sendiri yaitu pembuluh getah bening, yang masuk ke setiap organ tubuh kecuali otak. Pembuluh getah bening mengandung cairan kental (getah bening) yang terdiri dari cairan yang mengandung lemak dan sel-sel darah putih. Selain pembuluh getah bening terdapat daerah khusus, yaitu kelenjar getah bening, amandel (tonsil, sumsum tulang, limpa, hati, paru-paru dan usus; dimana limfosit bisa diambil, diangkut dan disebarkan ke bagian yang memerlukannya sebagai bagian dari respon kekebalan. Kerja sistem ini bisa terlihat jika sebuah luka atau infeksi pada ujung jari menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening di sikut; atau jika terjadi infeksi tenggorokan maka akan ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening di bawah rahang. Pembengkakan kelenjar getah bening terjadi karena pembuluh getah bening mengeringkan infeksi dengan cara membawanya ke daerah terdekat dimana respon kekebalan bisa dilaksanakan.
Makrofag adalah sel darah putih yang berukuran besar, yang mencerna mikroba, antigen dan zat-zat lainnya. Sitoplasma makrofag mengandung granula yang terdiri dari beberapa bahan kimia dan enzim yang terbungkus dalam suatu selaput. Enzim dan bahan kimia ini memungkinkan makrofag mencerna dan menghancurkan mikroba yang tertelan olehnya. Makrofag tidak ditemukan di dalam darah, tetapi terdapat di tempat-tempat strategis, dimana organ tubuh berhubungan dengan alira darah atau dunia luar. Misalnya makrofag ditemukan di daerah dimana paru-paru menerima udara dari luar dan sel-sel hati berhubungan dengan pembuluh darah.
Slide 19
Bakteri di luar sel didekati makrofag lalu melakukan opsonisasi lalu dicerna di dalam lisosom

Proteksi melalui barier humoral Berbagai bahan dalam sirkulasi, yaitu komplemen, C-reactive protein (CRP), dan interferon. Komplemen merupakan protein serum yang diproduksi di hati dan disusun oleh lebih dari 20 rantai protein, terdapat dalam bentuk molekul yang larut dalam sirkulasi. Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruksi bakteri dan parasit dengan jalan opsonisasi
(1) Komplemen dapat menghancurkan sel membran bakteri
(2) komplemen dapat berfungsi sebagai faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke tempat bakteri
(3) komplemen dapat diikat pada permukaan bakteri yang memudahkan makrofag untuk mengenal (opsonisasi) dan memakannya
Kejadian-kejadian tersebut diatas adalah fungsi sistem imun nonspesifik, tetapi dapat pula terjadi atas pengaruh respon imun spesifik.Slide 20



Ada dua reseptor pada permukaan sel yang akan mengenali toksin yang dihasilkan oleh bakteri, kemudian dilakukan netralisasi oleh antibodidengan opzonisasi toksin kemudian masuk ke dalam fagosom diikat oleh fe reseptor. Bakteri dan virus membawa senyawa kimia di permukaannya, yang disebut antigen. Sebagian limfosit menghasilkan antibodi untuk mengikatkan diri dengan antigen, sehingga memudahkan sel darah putih menelan bakteri tersebut. Antibodi mempunyai ciri khas yang sangat berbeda dan mereka hanya dihasilkan untuk dan mengikatkan diri kepada antigen khusus. Sebagaimana diperlihatkan pada gambar di atas, antigen (segi tiga) dengan pas sesuai dengan antibodi, lingkaran dengan potongan segi tiga. Slide 21


Setelah masuk ke dalam fagosom, terjadi fagositosis oleh makrofag, ikatan antigen-antibodi dicerna.
Slide 22
Mycobacteria menginfeksi makrofag


Gambar ini memperlihatkan cara sel memecah mikroba dan menyerahkannya kepada sel T. Seperti yang ditunjukkan di bagian kanan, sel T akan diaktivasi hanya jika reseptor antigennya cocok dengan antigen tersebut, jika molekul CD4 menempel ke kompleks antigen, dan jika sejumlah molekul lain berkombinasi satu sama lain. Mekanisme pengamanan ini mencegah agar sel T matang tidak melancarkan serangan kekebalan terhadap tuan rumahnya.
Slide 23


Hubungan sel T dengan Major histocompatibility complex kelas I atau Major histocompatibility complex kelas II, dan antigen
Baik sel B dan sel T membawa molekul reseptor yang mengenali target spesifil. Sel T mengenali target bukan diri sendiri, seperti patogen, hanya setelah antigen (fragmen kecil patogen) telah diproses dan disampaikan pada kombinasi dengan reseptor "sendiri" yang disebut molekul major histocompatibility complex (MHC). Terdapat dua subtipe utama sel T: sel T pembunuh dan sel T pembantu. Sel T pemnbunuh hanya mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas I MHC, sementara sel T pembantu hanya mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas II MHC. Dua mekanisme penyampaian antigen tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T. Yang ketiga, subtipe minor adalah sel T γδ yang mengenali antigen yang tidak melekat pada reseptor MHC.
Sel T pembantu mengekspresikan reseptor sel T yang mengenali antigen melilit pada molekul MHC kelas II. MHC:antigen kompleks juga dikenali oleh reseptor sel pembantu CD4 yang merekrut molekul didalam sel T yang bertanggung jawab untuk aktivasi sel T. Sel T pembantu memiliki hubungan lebih lemah dengan MHC:antigen kompleks daripada pengamatan sel T pembunuh, berarti banyak reseptor (sekitar 200-300) pada sel T pembantu yang harus dililit pada MHC:antigen untuk mengaktifkan sel pembantu, sementara sel T pembunuh dapat diaktifkan dengan pertempuran molekul MHC:antigen. Kativasi sel T pembantu juga membutuhkan durasi pertempuran lebih lama dengan sel yang memiliki antigen Aktivasi sel T pembantu yang beristirahat menyebabkan dikeluarkanya sitokin yang memperluas aktivitas banyak tipe sel. Sinyak sitokin yang diproduksi oleh sel T pembantu memperbesar fungsi mikrobisidal makrofag dan aktivitas sel T pembunuh. Aktivasi sel T pembantu menyebabkan molekul diekspresikan pada permukaan sel T, seperti CD154), yang menyediakan sinyal stimulasi ekstra yang dibutuhkan untuk mengaktifkan sel B yang memproduksi antibodi.

Slide 24


Sel T karakteristiknya memiliki T-cell receptors (TCRs) mengenali antigen yang dipresentasikan oleh major-histocompatibility-complex (MHC) molekul, seperti ditunjukkan pada gambar sebelah kiri. Kebanyakan sel T cytotoxic umumnya positif CD8, mengenali antigen yang dipresentasikan oleh MHC-I dan membunuh sel yang terinfeksi sehingga mencegah replikasi virus. Sel T cytotoxic yang teraktivasi mensekresi interferon-γ, bersama dengan interferon-α dan interferon-β hasil produksi dari sel yang terinfeksi membangun suatu keadaan resistensi seluler terhadap infeksi viral. Seperti ditampilkan pada gambar sebelah kanan sel T helper umumnya positif CD4, mengenali antigen yang dipresentasikan oleh MHC-II dan dapat dibagi menjadi dua populasi besar. Tipe 1 (Th1) mensekresi interferon-γ dan interleukin-2 yang mengaktivasi makrofag dan sel T cytotoxic untuk membunuh organisme intraseluler; tipe 2 (Th2) mensekresi interleukin-4, 5, dan 6 membantu sel B mensekresi antibodi protektif. Sel B mengenali antigen baik secara langsung atau dalam bentuk kompleks imun dalam follicular dendritic sel di germinal centers.
Slide 25
Antigen mendekati TH sel
Mengekspresikan B7
TH sel aktif dan mengekspresikan ligan CD40, mensekresi sitokin
Sitokin berikatan dengan reseptor sitokin dan CD40 berikatan dengan reseptor CD40
Sel B aktif
Sel B melakukan poriferasi, diferensiasi dan mengeluarkan antibodi

Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Sel B tersebut berasal dari sel asal multipoten dalam sumsum tulang. Respon imun humoral diawali dengan diferensiasi limfosit B menjadi satu populasi (klon) sama yang memproduksi antibodi spesifik dan limfosit B memori. Setiap klon limfosit diprogram untuk memproduksi satu jenis antibodi yang spesifik terhadap antigen tertentu. Antibodi berikatan dengan antigen yang sesuai membentuk kompleks antigen-antibodi yang dapat mengaktifasi komplemen yang mengakibatkan hancurnya antigen tersebut. Diferensiasi limfosit B terjadi dengan bantuan Th melalui sinyal yang diterima oleh limfosit T dari MHC (major-histocompatibility-complex) atau dari makrofag. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi ini ialah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus, dan bakteri serta menetralisir toksinnya.Antibodi yang diproduksi oleh sel plasma dapat berikatan dengan antigen yang berada dalam cairan tubuh (soluble antigens) atau antigen yang berada pada permukaan sel atau jaringan. Bagian antigen yang berinteraksi dengan antibodi disebut epitope, dan bagian antibodi yang berinteraksi dengan antigen disebut antigenic determinant.
Yang berperan dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau sel T. Pada orang dewasa sel T dibentuk di dalam sumsum tulang tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus. Sembilan puluh sampai sembilan puluh lima persen semua sel timus tersebut mati dan hanya lima sampai sepuluh persen menjadi matang dan meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi dan kelenjar getah bening.
Menggunakan molekul antibodi sebagai reseptor, sel B mengenali epitope pada permukaan dari antigen. Jika terstimulasi oleh kontak tersebut sel B berproliferasi dan menghasilkan klon yang dapat mensekresi antibodi dimana spesifisitasnya serupa dengan reseptor pada permukaan sel tempat berikatan dengan epitope. Respon biasanya melibatkan beberapa klon yang berbeda dari limfosit dan oleh karena itu disebut juga sebagai poliklonal. Walaupun tidak tampak pada gambar ini, untuk setiap epitope mungkin terdapat beberapa klon limfosit yang berbeda dari reseptor sel B berbeda. Masing-masing akan mengenali epitope dalam jalan berbeda, dan kekuatan ikatan yang berbeda (afinitas).
Antibodi tidak dapat menjangkau mikroorganisme yang hidup dan berkembangbiak intraseluler. Untuk menghancurkan mikroorganisme tersebut sistem imunitas tubuh mengaktifkan fungsi limfosit T. Fungsi sel T umumnya ialah membantu sel B memproduksi antibodi; mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus; mengaktifkan makrofag dalam fagositosis; mengontrol ambang dan kualitas sistem imun.
Sel T CD4+ (Th1 dan Th2) sel T naif CD4+ masuk sirkulasi dan menetap di dalam organ limfoid seperti kelenjar getah bening untuk bertahun-tahun sebelum terpajan dengan antigen atau mati. Sel tersebut mengenal antigen yang dipresentasikan bersama molekul MHC-II oleh APC dan berkembang menjadi subset sel Th1 atau sel Tdth atau Th2 yang tergantung dari sitokin lingkungan.
Sel T CD4+ (Th1 ; Th2) berperan dalam mengaktifkan makrofag dan Tc (CD8+); membantu sel B mensekresi antibodi.

Tawon (Hymenoptera)

05.12 Edit This 0 Comments »
Ditulis ulang oleh Sumi dari buku PUSTAKA TIME LIFE
berjudul Serangga Peter Farb

Sekitar satu minggu yang lalu trans 7 dalam acara ‘Cita-citaku’ menceritakan perjalanan sekelompok anak dalam mencari tahu asal muasal kain sutera sehingga mereka bertemu seseorang yang dapat menjelaskan dengan melibatkan mereka pada proses budidaya ulat sutera secara bertahap. Betapa besar kegembiraan anak-anak yang dikejutkan oleh pertunjukan kecerdasan yang ajaib ini! Tetapi bukan hanya ulat sutera saja yang memikat hati manusia, memang manusia di planet ini telah lama hidup bersama makhluk-makhluk kecil yang bernama serangga ini, namun ada banyak bagian kehidupannya yang masih menjadi teka-teki dan mengesankan hati manusia karena kemampuan dan kearifannya seolah tidak seimbang dengan ukuran tubuhnya. Banyak hal yang dikerjakan manusia dapat pula dilakukan serangga secara efisien, ada serangga pencocok dan penuai tanaman, ada serangga ‘pemerah’ cairan tubuh hewan lain, ada serangga arsitek bangunan, ada tukang kayu, pembuat kertas, penjarah, budak dan wiraswasta, beberapa koloni hidup dalam organisasi social yang kompleks dan strata social l yang rapi dalam pemerintahannya. Yang lebih tinggi kedudukannya pada skala social serangga adalah tawon endas.

Tawon
Serangga termasuk filum arthropoda pada kelas insecta. Ciri khasnya tubuh terdiri atas kepala, toraks dan abdomen. Bangsa serangga terbesar ketiga adalah Hymenoptera (bersayap selaput): tawon, lebah dan semut. Tawon merupakan serangga yang menguntungkan manusia dalam membantu penyerbukan tunbuhan, lebih efisien membalikkan tanah daripada cacing tanah, bahkan menyediakan bahan makanan langsung berupa madu. Dan yang terpenting adalah sebagai pengendali populasi serangga karena banyak tawon memangsa serangga lainnya.

Cobalah sekali waktu perhatikan ulah seekor tawon. Tawon itu tidak perlu repot-repot mengamati kawannya atau induknya untuk mengembangkan cara berburu dan membangun sarang dengan pola konstruksi yang sama dengan leluhurnya dulu. Setelah setengah sampai satu jam sarang dari sarang telah selesai dibangun di pojok jendela rumah manusia, lalu tawon pergi mencari mangsa. Korban dibawa pulang langsung menuju sarang yang sudah kering, lalu tawon mulai bertelur, sarang ia tutup rapat-rapat lalu tawon terbang meninggalkan sarangnya. Kelak setelah telur menetas dan larva mungil itu mulai makan dan menjadi dewasa, ia akan keluar berburu sendiri. Namun apabila kita coba kosongkan makanan dari sarangnya, tawon tidak akan punya inisiatif untuk mengisinya kembali. Perilaku yang terlestari ini disebut instinc atau naluri.Urutan langkah yang dilakukan tawon adalah sebagai hasil interaksi kompleks antara perangsang dan refleks.
Keberhasilan tawon dan serangga pada umumnya dalam menghadapi perjuangan tanpa henti demi pelestarian jenisnya, terbantu oleh potensi diri yang berupa kemampuan terbang, daya penyesuaian diri, kerangka luar, kecilnya tubuh, metamorfosis dan system reproduksi yang unik. Kodrat yang paling mencolok adalah kemampuan terbangnya. Dengan sayap, serangga mampu menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Semua serangga memulai kehidupannya sebagai telur. Biasanya telur hanya berkembang bila dibuahi oleh sel sperma jantan. Tetapi banyak jenis lebah, tawon, semut dan serangga lain tidak membutuhkan pejantan.
Tawon endas kedudukannya lebih tinggi pada skala social serangga. Betinanya yang dapat bertahan hidup selama musim dingin adalah tawon ratu dengan ukuran tubuh terbesar. Dari ruas abdomen ratu keluar lilin untuk membangun kantung madu dan mengisinya penuh dengan madu bunga kemudian ratu membuat sel, menaruh bola tepung sari di dalamnya dan bertelur . Keturunan pertamanya akan berkembang sebagai tawon pekerja kecil yang waktu keluarnya dari kepompong dibantu oleh ratu tawon. Sekali di luar, tawon pekerja ini membebaskanratu dari segala pekerjaan selain bertelur. Sementara pekerja mengambil alih pembangunan dan perawatan dan perawatan sarang, sel-sel pengeraman semakin bertambah jumlahnya dan segera membentuk sarang madu. Sel-sel ini tidak digunakan untuk pengeraman kedua kalinya; pekerja menyelubunginya dengan lilin, menjadikannya gudang madu bunga dan tepung sari. Penduduk kota tawon endas tidak pernah lebih banyak daripada penduduk kota lebah madu, koloni tawon endas paling banyak hanya berkissar antara 1000 sampai 2000 ekor, kebanyakan hanya sekitar beberapa ratus ekor saja.

Arsitektur tawon

Keanekaragaman terbesar dalam pembuatan bangunan ditemukan pada tawon. Serangga ini telah menyempurnakan metode pembangunan tempat tinggal dan tempat pengeraman dari kertas dan dari Lumpur. Pembuatan kertas merupakan pekerjaan mudah bagi tawon. Pertama-tama dihimpunnya serat kayu lapuk, dahan tetumbuhan atau kertas dan kardus buatan manusia; semuanya lalu dikunyah sampai lumat. Setelah dicampur dengan air liur, hasilnya ialah bubur atau semacam papier mache yang biasanya berubah menjadi kertas abu-abu kuat bila sudah kering. Tawon kuning membangun sarang kertas di bawah tanah, tetapi bola kertas besar yang tergantung pada dahan pohon dan tepi atap dibuat oleh sejenis tawon hornet. Sarangnya terdiri dari dinding sel mendatar; selnya menghadap ke bawah, dan seluruh dinding sel tadi terbungkus dinding luar dari kertas. Saetiap kali dinding sel ditambah satu lapis di bawah atau sejajar dinding sel pertamanya- hornet pun membungkus seluruh sarang dengan lapisan luar dari kertas.

Lokasi pembangunan sarang hornet tampaknya dipilih tanpa mengindahkan cocok atau tidaknya. Sarangnya kerap kali terdapat di tempat yang mudah dilanda angin dan hujan, tak terlindung terhadap pemangsa, atau dibangun ditempat sempit tanpa ruang untuk perluasan. Hornet dewasa akan meninggalkan bangunan kompleks beserta larva di dalamnya, untuk kembali ke tempat lama dan mulai membangun lagi sarang baru di tempat itu.

Sarang kertas juga dibangun oleh tawon polites. Tawon biasa yang ramping dan berpinggang langsing ini biasanya berwarna hitam, atau kuning dan hitam. Di dekat bangunan manusia jumlahnya begitu berlimpah-limpah. Polites tergolong tawon paling lembut, karena hanya menyengat bila diganggu. Sarang kertas kecil-kecil Polites bergantungan pada tepi atap rumah dan garasi. Di tepi atap tawon membangun fondasi dengan menumpahkan bahan perekat yang dioleskan di tempat penempelan sarang. Di sini ratu tawon akan membuat tali kertas menggelantung kira-kira sepanjang 13 milimeter. Ujungnya diolesi bahan perekat yang juga digunakan untuk membentuk fondasi. Kelompok pertama sel vertical yang bersama-sama membentuk satu dinding sel horizontal dilekatkan pada tali. Telur direkat satu-satu dalam tiap sel, dan larva yang sedang mengalami pertumbuhannya bergantungan ke bawah.

Meskipun bahan bangunan yang digunaka hanya papier mache, sarangnya sangat kuat. Pernah ditemukan, ada sebuah sarang yang tahan tarikan seberat 3,5kg, biarpun bobot seluruh sarang beserta larvanya tidak lebih dari 113 gram saja. Tiap potongan bahan bangunan yang mencapai sarang dimasukkan satu persatu ke dalam rahang ratu. Pada waktu larvanya menetas, tawon menangkap serangga, mencabik-cabik dan memberikan pada anaknya. Selagi larva tumbuh, dinding selnya diperpanjang dengan tambahan kertas.
Polites mula-mula serba sendiri lalu ia melakukan segala kewajibannya hinggapopulasinya terus berkembang. Organisasi social Polites tidak dijalin oleh emosi dan etika seperti pada masyarakat manusia, melainkan oleh persenyawaan kimiawi. Sarang polsistes biasanya tak terlindung kulit dari kertas seperti sarang hornet. Pada siang hari sarang polistes menjadi karena sinar matahari dan di malam hari menjadi dingin bila sinar matahari langsung mengenai sarang dan menimbulkan bahaya kepanasan maka tawon polistes mempunyai dua cara efektif untuk mendinginkannya. Tawon itu mengipasinya keras-keras dengan sayap dan membawa masuk tetesan air, yang mungkin berguna untuk mendinginkan sel-sel pendinginan sarang secara alamiah pada malam hari, sebaliknya, agaknya untuk sebagian ikut menentukan apakah tawon yang belum dewasa akan menjadi tawon pekerja atau ratu muda. Percobaan menunjukkan tawon pekerja dewasa diusahakan tetap hangat, larvanya akan menjadi ratu. Anehnya, perubahan suhu rupanya mengakibatkan perubahan pada jalannya fungsi tubuh tawon pekerja dewasa. Akibatnya perubahan itu laluditeruskan ke larva, dan mungkin pula karena adanya beberapa perubahan di dalam sekresi yang dicampurkan pada makanan larva.

Tawon sarang Lumpur seperti diketahui dari namanya menggunakan Lumpur sebagai bahan mentah arsitekturnya. Beberapa di antara tawon ini membangun sejumlah pipa panjang yang berdempetan sehingga sarang itu mirip dengan orgel. Tiap pipa terbagi-bagi menjadi sejumlah bilik. Tawon itu membekali tiap bilik dengan laba-laba yang dilumpuhkan dan meletakkan butir telurnya. Tetapi tidak semua tawon yang membangun dengan lumpur membuat pipa. Di ranting pohon dan tangkai berkembang, sering ada kendi kecil. Hasil karya tawon kendil sangat halus seperti tembikar.

Tawon kendil biasanya hanya mendatangi satu sumber lumpur bahan kendilnya. Namun kadang kala ditemukan pula kendil berwarna ganda, yang merupakan hasil penggunaan dua macam Lumpur. Biarpun tawon itu harus bolak-balik mendapatkan persediaan bahan secukupnya, namun kendil dapat dibuat dalam tiga sampai empat jam. Tiap kendil merupakan sebuah bola yang hampir sempurna, tiap kendil diberi perbekalan berupa ulat yang telah dilumpuhkan dan tawon bertelur sebutir digantungkan di dalam kendil dengan seutas benang sutera. Setelah itu kendil ditutup.

Keistimewaan "mata" lebah

04.59 Edit This 0 Comments »
Dua macam indra manusia berupa penglihatan dan pendengaran, tidak terdapat pada serangga. Struktur mata serangga berupa banyak facet bersegi enam. Jumlah mata mini ini ada 28000 pada serangga jenis sibar-sibar, 4000 pada lalat rumah, enam pada beberapa semut yang hidup di bawah tanah. Tiap mata merupakan miniatur system penglihatan, yang terdiri dari satu lensa kecil, system penerus cahaya dan sel retina yang peka. Tiap mata terpisah sama sekali dari mata mini di dekatnya dan tidak satupun yang arahnya tepat sama yang lain. Satu mata mini hanya mencatat satu kesan yang merupakan fragmen dari seluruh pandangan. Semua mata mini bergabungbagaikan keeping-keping mossaik dan akan membentyuk gambar lengkap dari banyak rangsangan yang intensitasnya berbeda.

Serangga tidak dapat menutup mata. Serangga tidur dengan mata terbuka. Mata facet mahir dalam mendeteksi gerakan. Bagi serangga setiap gerakan dapat berarti musuh yang harus dijauhi atau mangsa yang harus ditangkap. Lebah mempunyai mata facet dan mata sederhana. Mata sederhana berfungsi sebagai alat pembantu yang membantu untuk menambah kepekaan mata majemuk terhadap cahaya.

Serangga hidup di dunia warna, tetapi kisaran warna yang dapat ditangkapnya tidak sama dengan kisaran yang tertangkap manusia. Lebah dapat melihat sinar ultraviolet dengan jelas. Kisaran warna serangga inilah yang banyak menentukan pelestarian tumbuhan. Bunga yang banyak diserbuki lebah umumnya berwarna biru, ungu, kuning dan hijau kekuningan yang ada dalam kisaran warna dan daya lihat lebah. Selain itu, banyak bunga yang bagi manusia warnanya redup, tetapi memancarkan sinar ultraviolet cerah yang tak dapat dilihat.
Lebah madu dapat menentukan letak matahari, meskipun langit tertutup awan. Sejumlah ultraviolet dapat menembus awan, dan sinar ultraviolet bagian langit yang terkena matahari selalu sekitar lima persen lebih cerah daripada bagian lain. Perbedaan ini cukup bagi lebah untuk menentukan letak matahari sebagai panduan navigasi.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

00.28 Edit This 0 Comments »

I. SPESIFIKASI SUBYEK PEMBELAJARAN
Jenjang pendidikan : SMA
Mata pelajaran : Biologi
Materi pokok : Keanekaragaman Hayati
Kelas / semester : X / 2
Kelompok target : Bervisi SETS
Pertemuan ke : 1
Alokasi waktu : 2 X 45’

II. KOMPETENSICAPAIAN DAN INDIKATORNYA

Standar Kompetensi (SK) :
3. Memahami manfaat keanekaragaman hayati

Kompetensi Dasar (KD) Bervisi SETS :
Mendeskripsikan konsep keanekaragaman gen, jenis, ekosistem, melalui kegiatan pengamatan

Indikator Pencapaian Kompetensi
· Mengidentifikasi keanekaragaman gen dan jenis makhluk hidup.
· Merumuskan konsep keseragaman dan keberagaman.
· Mendiskripsi jenis organisme khas daaerah/wilayah.

III. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pendekatan pembelajaran : Bervisi SETS
Bentuk Kegiatan Pembelajaran :

Waktu: 5 menit

Pendahuluan:

Kegiatan guru
Menjelaskan pada siswa tentang apa yang akan mereka lakukan
Membagikan lembar kerja siswa

Kegiatan Siswa:
Bergabung dengan kelompok masing-masing

Waktu: 70 minutes

Kegiatan inti:

Kegiatan guru:

Membimbing siswa saat pengamatan keanekaragaman hayati di lingkungan sekitar sekolah selama 20 menit
Membimbing siswa mengisi lembar kerja
Membimbing siswa melakukan presentasi/ seminar di dalam kelas selama 50 menit

Kegiatan Siswa:

· Menuju ke lingkungan sekitar sekolah
· Bekerjasama dalam kelompok, mencatat hasil pengamatan keanekaragaman hewan dan tumbuhan
· Bekerjasama dalam kelompok untuk mengisi lks secara lengkap dan akurat
· Menuliskan kesimpulann hasil pengamatan di papan tulis
· Menyampaikan secara lisan dan sistematik presentasi hasil diskusi kelompok berdasarkan penyimpulan hasil pengamatan yang dicatat dalam lks


Kegiatan penutup (15’):
- Guru mengajak siswa mengambil kesimpulan berdasarkan hasil observasi di lingkungan sekitar sekolah
- Guru meminta setiap kelompok mengumpulkan laporan hasil observasi

IV. PERANGKAT PEMBELAJARAN

Alat / Bahan
Daerah pengamatan yaitu lingkungan sekitar sekolah di Kabupaten Batang

Sumber Rujukan
- Buku biologi Erlangga, Widya Duta dan Yudistira
- Buku lain yang memuat masalah keanekaragaman hayati
- Website yang memuat informasi keanekaragaman hayati
- Media cetak atau ulasan berita dari media elektronik, yang memuat informasi mengenai keanekaragaman hayati

V. PRODUK PEMBELAJARAN

Sumber Daya Manusia (SDM)
- Siswa memiliki pengetahuan tentang keanekaragaman hayati dan keterhubungkaitan dengan SETS
- Siswa memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang keanekaragaman hayati dan pemanfaatannya bagi penduduk sekitar sekolah

Produk Non Sumber Daya Manusia
- Laporan hasil observasi lapangan
- Kumpulan artikel atau informasi dari surat kabar, majalah, berita, buku atau dari internet tentang keanekaragaman hayati

VI. EVALUASI PROGRAM DAN HASIL BELAJAR

Aspek kognitif
- Menguji pemahaman siswa terhadap keanekaragaman gen, jenis dan ekosistem
Aspek Afektif
- Mengobservasi kerjasama siswa, rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dalam melakukan wawancara
Aspek psikomotorik
- Mengobservasi kemampuan siswa dalam melakukan pengamatan di lokasi
- Mengobservasi siswa dalam membuat bagan keterhubungkaitan SETS tentang keanekaragaman hayati tingkat gen, jenis dan ekosistem

VII. PENANGGUNG JAWAB

Kepala SMA Guru Mata Pelajaran

PEMBENTUKAN BUAH PARTENOKARPI

22.12 Edit This 0 Comments »
A. Pengertian Partenokarpi
Buah merupakan bagian yang penting dari tanaman karena organ ini merupakan tempat yang sesuai bagi perkembangan, perlindungan, dan penyebaran biji. Pada buah normal, pembentukan buah dimulai dengan adanya proses persarian (polinasi) kepala putik (stigma) oleh serbuk sari (polen) secara sendiri (self pollination) atau oleh bantuan angin, serangga penyerbuk (polinator), dan manusia (cross pollination). Selanjutnya polen ber-kecambah dan membentuk tabung pollen (pollen tube) untuk menca-pai bakal biji (ovule). Peristiwa bertemunya polen (sel jantan) dengan bakal biji (sel telur) di dalam bakal buah (ovary) disebut pembuahan (fertilisasi). Kemudian bakal buah akan membesar dan berkembang menjadi buah bersamaan dengan pembentukan biji. Akhirnya akan dihasilkan buah yang fertil (berbiji). Beberapa jenis tanaman mempunyai kemampuan untuk membentuk buah tanpa melalui proses polinasi dan fertilisasi. Buah yang terbentuk tanpa melalui polinasi dan fertilisasi ini disebut buah partenokarpi. Dan biasanya buah partenokarpi ini tanpa biji (seedless) karena tanpa melalui fertilisasi. Partenokarpi ini kurang menguntungkan bagi program produksi benih/biji, tetapi lebih bermanfaat bagi peningkatan kualitas dan produktivitas buah, khususnya pada jenis tanaman komersial (hortikultura).
Sebagai contoh, pada terung partenokarpi dapat meningkatkan kualitas buah, sedangkan pada Actinidia dapat meningkatkan produktivitas buah dan tidak membutuhkan bantuan serangga penyerbuk (pollinator). Partenokarpi dapat terjadi secara alami (genetik) ataupun buatan (induksi). Partenokarpi alami ada dua tipe, yaitu obligator apabila terjadinya tanpa faktor/pengaruh luar dan fakultatif apabila terjadinya karena ada faktor/pengaruh dari luar/ lingkungan yang tidak sesuai untuk polinasi dan fertilisasi, misalnya suhu terlalu tinggi atau rendah. Sedangkan partenokarpi buatan dapat diinduksi melalui aplikasi zat peng-atur tumbuh (fitohormon) pada kuncup bunga (Schawabe dan Mills, 1981) atau melalui polinasi dengan polen inkompatibel (Tsao, 1980) atau dapat diserbuki dengan polen yang telah diradiasi sinar X (Shozo dan Keita, 1997). Bahkan, kini dengan adanya kemajuan tek-nologi di bidang biologi molekuler partenokarpi dapat diinduksi secara endogen melalui teknik rekayasa genetika, yaitu dengan cara menyi-sipkan gen partenokarpi (pengkode IAA/giberelin) ke dalam genom tanaman target melalui proses transformasi genetik (Barg dan Salts, 1996; Rotino et al., 1996; Li, 1997). Tanaman transgenik yang telah mengandung gen partenokarpi akan mengekspresikan senyawa auksin pada plasenta dan ovule (Rotino et al., 1996) atau giberelin pada polen sebelum polinasi (Tomes et al., 1996a).

B. Proses Pembentukan Partenokarpi
Partenokarpi dapat terjadi secara alami maupun secara buatan.
1. Partenokarmi Alami
Partenokarpi dapat terjadi secara alami (genetik) pada beberapa jenis tanaman saja (terbatas), misalnya pada pisang (triploid), tomat, dan manggis. Partenokarpi dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu obligator dan fakultatif. Partenokar-pi disebut obligator apabila terjadi secara alami (genetik) tanpa ada-nya pengaruh dari luar. Hal ini da-pat terjadi karena tanaman tersebut secara genetik memiliki gen penye-bab partenokarpi, misalnya pada tanaman pisang yang kebanyakan triploid. Tanaman triploid ini memiliki mekanisme penghambatan perkembangan biji atau embrio sejak awal, sehingga buah yang terbentuk tanpa biji. Sedangkan partenokarpi fakultatif apabila terjadinya karena ada faktor/pengaruh dari luar, mi-salnya pada tanaman tomat dapat terjadi pembentukan buah parteno-karpi pada suhu dingin atau suhu panas.
2. Partenokarpi Buatan
Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Pada awal abad ke-19 telah diketahui bahwa polinasi tanpa fertili-sasi dapat merangsang pembentuk-an buah (Fitting, 1909). Kemudian, ekstrak polen diketahui pula dapat menginduksi pembentukan dan perkembangan buah (Yasuda, 1934). Berikutnya diketahui lagi bahwa auksin dapat menggantikan polinasi dan fertilisasi pada proses pembentukan dan perkembangan buah pada beberapa spesies tanaman (Gustafson, 1942). Percobaan pada tanamanstrawbery, di mana bakal biji yang telah dibuahi (achenes) dapat dihilangkan tanpa merusak bagian reseptakel ternyata buah tetap tumbuh berkembang setelah achenes diganti dengan olesan senyawa lanolin yang berisi auksin (Nitsch, 1950). Lebih lanjut, Nitsch membuktikan bahwa kandungan dan sintesis auksin pada bakal biji (achenes) berlangsung hingga 17 hari setelah pembuahan. Hal ini membuktikan bahwa auksin dibutuhkan selama perkembangan buah. Zat pengatur tumbuh (ZPT) lain, seperti giberelin dan sitokinin juga terbukti dapat menggantikan peran biji dalam perkembangan buah (Schwabe dan Mills, 1981). Namun, untuk efisiensi partenokarpi perlu kombinasi atau pengulangan aplikasi ZPT tersebut. Zat pengatur tumbuh berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kandungan auksin (IAA) endogen dalam bakal buah (ovary), baik setelah polinasi dan fertilisasi ataupun setelah aplikasi ZPT dari luar. Kadar auksin selama perkembangan bakal buah berbedabeda untuk setiap tanaman, tetapi umumnya meningkat pada saat 20 hari setelah pembungaan (anthesis) baik pada bunga yang diserbuki atau yang disemprot auksin (Lee etal., 1997). Peningkatan kadar IAA pada bakal buah akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan buah pada fase awal pembungaan (Gillapsy et al., 1993). Mekanisme inilah yang mengilhami para ahli bioteknologi pertanian dalam pembentukan buah partenokarpi melalui rekayasa genetika. Manipulasi Ploidi (Alteration in Chromosomes Number) Partenokarpi dapat pula diinduksi secara genetik, yaitu melalui manipulasi jumlah ploidi (kromosom) pada tanaman. Hal ini dapat ditempuh dengan persilangan biasa, misalnya antara tanaman semangka dikotil (sebagai induk jantan/ penyerbuk) dengan tanaman tetraploid (sebagai induk betina) menghasilkan hibrid (F1) triploid yang ternyata dapat menghasilkan buah partenokarpi tanpa biji (seedless). Pada tanaman triploid ini bakal biji (ovule) terhambat sejak awal perkembangannya, sehingga embrio tidak berkembang. Akibatnya tanaman hanya menghasilkan buah tanpa biji dengan integumen yang rudimenter (tidak berkembang) (Kihara, 1951).
Pada beberapa tahun terakhir, beberapa metode telah dicoba dan dikembangkan untuk menghasilkan partenokarpi melalui rekayasa ge-netika tanaman. Pembentukan buah partenokarpi melalui teknik DNA rekombinan dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu (1) menghambat perkembangan embrio/biji tanpa mempengaruhi pertumbuhan buah dan (2) ekspresi fitohormon pada bagian ovary/ovule untuk memacu perkembangan buah partenokarpi. Cara pendekatan pertama ditempuh melalui penggunaan gen yang bersifat merusak sel (cytotoxic). Gen ini akan menghasilkan senyawa toksik terhadap sel-sel embrio/ biji, sehingga akan menghambat bahkan merusak perkembangan embrio/biji. Pertumbuhan buah tetap berlangsung, tetapi tidak menghasilkan biji. Sebagai contoh, penggunaan gen barnase yang diisolasi dari bakteri Bacillusamyloliquefaciens (Paddon dan Hartley, 1987; Tomes et al., 1996b) atau kombinasi gen sitotok-sik, misalnya gen iaaM dan iaaH dari bakteri yang mengekspresikan senyawa toksik kadar tinggi terhadap sel-sel embrio/biji. Kombinasi ekspresi dua gen ini akan merubah triptofan menjadi IAA melalui senyawa indoleacetamide (Kosuge etal., 1966). Kadar IAA tinggi ini akan bersifat toksik terhadap sel-sel biji atau embrio tanaman. Grossniklaus dan Vielle-Calzada, (1999) menggunakan gen regulator yang dapat mengekspresikan senyawa toksik yang mempengaruhi perkembangan embrio atau endosperm. Gen barnase akan menghasilkan enzim ribonuklease pada bagian biji di bawah kontrol promoter spesifik bagian kulit biji. Tetapi pembentukan partenokarpi melalui cara pendekatan ini kurang berhasil dan tidak berkembang, karena hingga kini belum ada data hasil percobaan yang mendukung keberhasilan teknik ini.
Cara pendekatan kedua dalam menghasilkan partenokarpi adalah melalui pengekspresian senyawa fi-tohormon IAA atau analognya pada bagian bakal buah (ovary) terlihat lebih efektif. Cara kedua ini didasari oleh pengetahuan sebelumnya bah-wa aplikasi fitohormon sejenis auksin/giberelin dapat menggantikan peran biji dalam merangsang pembentukan dan perkembangan buah. Tomes et al. (1996a) telah berhasil menginduksi buah partenokarpi melalui penggunaan gen pengkode giberelin, yaitu giberellin 20-oxidase yang diekspresikan pada bagian po-len (serbuk sari) sebelum polinasi (di bawah kontrol promoter spesifik bagian polen). Buah partenokarpi dapat terbentuk sebelum fertilisasi (anthesis). Li (1997) berhasil menggunakan gen pengkode auksin, giberelin atau sitokinin (iaaM, iaaH atau ipt) dari Agrobacterium tumefaciens di bawah kontrol sequen regulator spesifik bagian ovary. Gen iaaM mengkode senyawa triptofan 2-monooxigenase yang akan meru-bah triptofan menjadi indoleaceta-mide (IAM), lalu menjadi indole acetic acid (IAA) dan amonia (Kosuge et al., 1966) menggunakan promoter GH3 dari kedelai (Hagen et al., 1991) atau AGL5 (Agamous-like 5) dari Arabidopsis (Ma et al., 1991) atau PLE36 dari tembakau (Li, 1997). GH3 merupakan promo-ter inducible auksin di bagian ovary, AGL5 spesifik pada perkembangan karpela (Savidge et al., 1995) dan PLE 36 spesifik untuk ovary. Rotino et al. (1997) telah berhasil menggunakan promoter bagian regulator defh9 (deficiens homologue 9) dari Antirrhinum majus untuk mengekspresikan gen iaaM (pengkode IAA) dari Pseudomonas syringae pv savastanoi (Yamada et al., 1985) pada bagian plasenta dan bakal biji. Gen kimerik defh9-iaaM (Gambar 1) ini telah berhasil menginduksi buah partenokarpi pa-da beberapa tanaman dari famili Solanaceae seperti terung, temba-kau, dan tomat (Rotino et al., 1996; 1997; Ficcadenti et al., 1999). Tanaman hibrid (F1) terung yang mengandung gen defh9-iaaM menunjukkan peningkatan produksi pada musim dingin (Dozella et al., 2000). Demikian juga terjadi pada tomat transgenik yang ditanam pa-da kondisi atau cuaca yang kurang menguntungkan bagi perkembangan polen (Acciarri et al., 2000) .
Bahkan saat ini, di Italia sedang dilakukan pengujian lapang untuk tanaman transgenik melon, strawbery, dan anggur. Sehingga gen partenokarpi defh9-iaaM telah berhasil dicoba pada empat famili, yaitu Solanaceae, Cucurbitaceae, Rosaceae, dan Cruciferae. Dari semua tanaman transgenik partenokarpi tersebut ditemukan kadar ekspresi auksin yang sangat rendah pada mRNA yang diekstrak dari kuncup bunga (Rotino et al., 1997; Ficcadenti et al., 1999). Dari hasil percobaan ternyata terdapat faktor penting di dalam pembuatan buah partenokarpi melalui rekayasa genetika, yaitu terletak pada penggunaan bagian regulator (regulator region) dalam konstruksi gen kimera. Bagian regulator merupakan informasi genetik yang sangat penting dalam mengontrol ekspresi gen interest baik secara temporal atau spatial. Dua parameter ini sangat penting dalam mem-peroleh partenokarpi dan meyakin-kan ekspresi yang optimal dari gen partenokarpi tanpa menghambat pertumbuhan vegetatif (buah) pada tanaman transgeniknya. Dengan demikian, semua gen regulator yang digunakan diarahkan ekspresi-nya ke bagian ovary dan bagianbagiannya. Sebagai contoh gen kimera defh9-iaaM (Rotino et al., 1997), bagian regulator defh9 (promoter) dapat mengontrol ekspresi gen iaaM (pengkode IAA) hanya pada bagian plasenta, ovule, dan bagian ovule (Ficcadenti et al., 1999). Ekspresi IAA pada bagian ovule ditujukan untuk menggantikan peran biji dalam memacu pertumbuhan buah, sedangkan ekspresi IAA pada bagian plasenta untuk meyakinkan bahwa partenokarpi terjadi sebelum polinasi (anthesis). Hal ini dimaksudkan untuk membandingkan dengan buah hasil penyerbukan biasa atau aplikasi ZPT. Buah par-tenokarpi tanpa biji dapat terbentuk pada bunga tomat dan terung yang diemaskulasi atau dikastrasi (dihilangkan bagian benang sarinya) ter-lebih dahulu. Sedangkan ekspresi IAA pada bagian jaringan ovule di-maksudkan untuk menjaga kelang-sungan pertumbuhan dan perkembangan buah hingga dewasa. Ekspresi IAA yang sangat rendah diperlukan untuk memperoleh perkembangan buah partenokarpi secara normal, karena apabila ekspresi terlalu tinggi dapat menyebab-kan pertumbuhan yang abnormal (malformation), terutama pada je-nis tanaman yang sensitif terhadap auksin.



C. Beberapa Contoh Pembentukan Buah Partenokarpi
1. Pembentukan buah partenokarpi pada Cabai (Capsicum annum, L)


Tanaman partenokarpi (buah tanpa biji) mempunyai nilai komersial yang tebih, sebab buah biasanya berukuran lebih besar dan dapat menyebabkan bentuk buah yang lebih bagus. Teknik ini dapat meningkatkan produktivitas suatu tanaman, termasuk cabai yang kebutuhannya semakin meningkat sedangkan hasilnya masih tergolong rendah. Salah satu cara memperoleh tanaman partenikarpi buatan adalah dengan cara pemberian hormon. Masalah yang diteliti adalah apakah hormon gibberellin dapat menginduksi tanaman cabai menjadi berbuah partenikarpi dan berapakah konsentrasi efektifnya? Asumsi yang melandasi penelitian ini adalah gibberellin dapat mempengaruhi sifat genetik termasuk pembentukan buah menjadi bersifat partenokarpi, sehingga dengan pemberian gibberellin konsentrasi tertentu dapat menginduksi buah cabai menjadi bersifat partenokarpi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian gibberellin terhadap pembentukan buah partenokarpi pada cabai dan mengetahui konsentrasi efektif yang harus diberikan. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat meningkatkan nilai komoditas buah cabai serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Laboratorium Biologi Reproduksi FMIPA-UNAIR dan Kelurahan Menur Pumpungan. Sampel penelitian adalah tanaman Cabai yang diberi perlakuan penyemprotan gibberellin dengan konsentrasi 0; 10; 20; 30; 40; 50; 100; dan 200 ppm. Penelitian ini menggunakan disain Rancangan Acak Lengkap. Data yang diperoleh adalah jumlah bunga cabai yang gugur, jumlah dan berat (gr) total buah Cabai yang dihasilkan serta jumlah Cabai yang bersifat partenokarpi dari total produksi buah Cabai pada setiap perlakuan. Analisis statistik yang dipergunakan untuk mengetahui perbedaan rata antar kelompok perlakuan adalah uji F dengan taraf a = 0,05. Jika dalam uji F terdapat perbedaan yang bermakna, maka dilakukan uji lanjutan yaitu BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf a = 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyemprotan Gibberellin (GA3) pada kisaran konsentrasi 0 - 200 ppm belum dapat mengakibatkan terbentuknya buah cabai yang bersifat partenokarpi. Namun penyemprotan gibberellin dapat menurunkan jumlah bunga gugur dan meningkatkan jumlah serta berat total cabai yang dihasilkan. Hasil terbaik didapatkan pada tanaman perlakuan yang disemprot giberellin dengan konsentrasi 100 ppm ( libunair@indo.net.id).
2. Pembentukan buah partenokarpi pada Kurma
Berita kurma berbuah di Indonesia sampai ke telinga para pakar buah. Luar biasa, kejadian itu sangat langka, kata Drs Hendro Soenarjono, mantan peneliti di Kebun Percobaan Cipaku, Bogor. Pendapat itu diamini Dr Reza Tirtawinata MS, direktur Taman Wisata Mekarsari, Cileungsi, Bogor. Bila yang berbuah Phoenix dactylifera itu sangat istimewa. Kurma yang rajin berbuah di Indonesia adalah kurma hias Phoenix roebelenii, tuturnya. Jenis itu tak pernah dikonsumsi, sementara yang ada di kediaman Adi Warsito daging buah tebal karena buah tak berbiji.
Menurut Reza, kurma berbuah di daerah tropis bersifat kasuistis. Artinya, contoh itu tak bisa dijadikan patokan bahwa kurma mampu berbuah di Indonesia. Apalagi untuk ditanam skala komersial. Iklim negeri kita tak mendukung pohon kurma berbuah,ujarnya. Kurma membutuhkan kekeringan ekstrim yang merangsang pembuahan. Reza menduga, letak pohon di antara jalan raya dan bangunan menyebabkan daerah perakaran terisolasi dari air. Maka secara mikro kondisi lingkungan kering, seperti habitat asli kurma. Oleh karena itu, Reza hanya menyarankan penanaman kurma sebatas tanaman hias. Kalau berniat untuk menikmati buahnya bisa kecewa, tutur doktor dari Institut Pertanian Bogor itu.
Itu berbeda dengan pendapat Greg Hambali, pakar botani di Bogor. Fenomena di kediaman Adi Warsito kian mengukuhkan Phoenix dactylifera dapat berbuah di Bumi Pertiwi. Saya pernah mencicipi kurma dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, ujarnya. Hanya saja perlu ditelusuri lebih jauh. Lazimnya kurma yang berbuah di tanahair berukuran kecil, paling sebesar ujung ibu jari orang dewasa dan tak berbiji. Sementara di Israel, Trubus menyaksikan kurma segar berukuran hampir sama dengan telur ayam kampung.
Menurut Greg, kurma tanpa biji itu bukan hasil perkawinan bunga jantan dan betina. Buah berasal dari pohon partenokarpi. Artinya, pohon mampu membentuk buah tanpa ada penyerbukan jantan pada betina. Beberapa pohon kurma memang bersifat seperti itu, tergantung genetik bunga betina, kata alumnus University of Birmingham itu.
Secara alami kurma tergolong tanaman berumah dua. Pohon hanya menghasilkan 1 jenis bunga: jantan atau betina. Penyerbukan alami terjadi bila terdapat pohon jantan dan betina di lokasi berdekatan. Menurut Greg, kurma sulit berbuah di Indonesia justru karena penanaman-sebagai tanaman hias-umumnya tunggal. Akibatnya, tak terjadi penyerbukan bunga jantan pada betina.
Lantaran itulah Greg yakin pada penanaman berkelompok peluang kurma berbuah jauh lebih besar. Namun, membutuhkan riset pendukung. Dulu di Kalifornia kurma juga tak berbuah, tapi lihat sekarang. Kalifornia jadi salah satu produsen kurma, ujar kolektor berbagai tanaman buah itu.
Penelusuran Trubus membenarkan pernyataan Greg. Kurma yang diimpor Indonesia umumnya dari Kalifornia. Negara bagian Amerika Serikat beriklim tropis itu membudidayakan kurma secara komersial sejak 1969. Padahal, sampai 1800-an, pohon-pohon kurma di Kalifornia tak pernah berbuah. Penelitian dari Universitas California pada 1905 merekomendasikan penyerbukan dengan lebah. Hasilnya, tanaman menjadi lebih produktif.
Thailand melakukan penelitian serupa. Para pakar di negeri Gajah Putih mencoba mengawinkan bunga betina kurma dengan bunga jantan dari keluarga palem lain. Sebut saja dengan kurma hias Phoenix roebelenii.

Bila penelitian di tanahair benar berjalan, banyak hobiis bersukacita. Koleksi kurma yang biasanya untuk tanaman hias dapat berbuah. Sebut saja Darwis Siagim, hobiis buah-buahan di Pondokbambu, Jakarta Timur, yang mengoleksi belasan pohon kurma. Mantan manajer di Pertamina itu berharap, suatu saat kelak, ia dan anak cucu dapat menikmati kurma dari halaman rumah(Destika Cahyana,2002).

3. Pembentukan buah partenokarpi pada Jambu Biji (Lambo guava)
Jambu biji adalah salah satu tanaman buah jenis perdu, dalam bahasa Inggris disebut Lambo guava. Tanaman ini berasal dari Brazilia Amerika Tengah, menyebar ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Hingga saat ini telah dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa. Jambu biji sering disebut juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu. Jambu tersebut kemudian dilakukan persilangan melalui stek atau okulasi dengan jenis yang lain, sehingga akhirnya mendapatkan hasil yang lebih besar dengan keadaan biji yang lebih sedikit bahkan tidak berbiji yang diberi nama jambu Bangkok karena proses terjadinya dari Bangkok.
Dari sejumlah jenis jambu biji, terdapat beberapa varietas jambu biji yang digemari orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomisnya yang relatif lebih tinggi diantaranya: 1) Jambu sukun (jambu tanpa biji yang tumbuh secara partenokarpi dan bila tumbuh dekat dengan jambu biji akan cenderung berbiji kembali)( http://www.ristek.go.id).
4. Pembentukan buah partenokarpi pada Tanaman Sukun
Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m. Kayunya lunak dan kulit kayu berserat kasar. Semua bagian tanaman bergetah encer. Daun dan batang Daunnya lebar sekali, bercanggap menjari, dan berbulu kasar. Batangnya besar, agak lunak, dan bergetah banyak. Cabangnya banyak, pertumbuhannya cenderung ke atas. Bunga Bunga sukun berkelamin tunggal (bunga betina dan bunga jantan terpisah), tetapi berumah satu. Bunganya keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting. Bunga jantan berbentuk tongkat panjang yang disebut ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek (babal) seperti pada nangka. Bunga betina merupakan bunga majemuk sinkarpik seperti pada nangka. Kulit buah menonjol rata sehingga tampak tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik. Pada buah keluwih, tonjolan pada kulit buah merupakan duri yang lunak. Penyerbukan bunga dibantu oleh angin, sedangkan serangga yang sering berkunjung kurang berperan dalam penyerbukan bunga. Pada buah sukun, walaupun terjadi penyerbukan, pembuahannya mengalami kegagalan sehingga buah yang terbentuk tidak berbiji. Pada keluwih (Artocarpus communis) kedua proses dapat berlangsung normal sehingga buah yang terbentuk berbiji normal dan kulit buah berduri lunak sekali. Duri buah keluwih merupakan bekas tangkai putik bunga majemuk sinkarpik. Buah Buah sukun mirip dengan buah keluwih (timbul). Perbedaannya adalah duri buah sukun tumpul, bahkan hampir tidak tampak pada permukaan buahnya. Selain itu, buah sukun tidak berbiji (partenokarpi). Akar Tanaman sukun mempunyai akar tunggang yang dalam dan akar samping dangkal. Akar samping dapat tumbuh tunas yang sering digunakan untuk bibit.
5. Pembentukan buah partenokarpi pada Tanaman Buah Solok
Dr. I. Djatnika, kepala Balai Penelitian Tanaman Buah Solok, menjelaskan sepatu amora tidak mempunyai bunga jantan dan jantung seperti lazimnya pisang lain. Namun, buah tetap muncul karena ia termasuk partenokarpi, yaitu jenis tanaman yang mampu membentuk buah tanpa memerlukan penyerbukan bunga jantan terhadap bunga betina. Pisang tanpa bunga jantan dan jantung sangat istimewa. Ia akan terbebas dari penyakit utama pisang seperti layu bakteri dan penyakit darah yang ditularkan serangga pengunjung bunga. Layu bakteri disebabkan Ralstonia (Pseudomonas) solanacearum. Ia menjadi kendala produksi di pusat-pusat pertanaman pisang di dunia, termasuk Indonesia. Bakteri lain, bacterial blood disease alias BBD disebut penyakit darah. Gejala kedua penyakit itu sama, yaitu terjadi kelayuan tanaman yang cepat. Jika menyerang tanaman berbuah, gejalanya laten. Buah pisang dari luar tampak mulus, tetapi saat dikupas isinya hitam dan tidak dapat dimakan. Jika buah yang terserang dikocok-kocok, terdengar seperti ada batu di dalamnya. Menurut beberapa pekebun di Sumatera Barat, pisang berpenyakit menyebabkan keracunan jika dimakan hewan seperti sapi atau kambing.
Pada pisang yang memiliki bunga jantan dan jantung, kedua penyakit itu dicegah dengan memberongsong atau memotong jantung pisang. Cara itu direkomendasikan beberapa pakar di dalam atau luar negeri. Akan tetapi, kedua teknik itu kurang diminati masyarakat.
Di Sumatera Barat, pisang yang diberongsong tidak disukai konsumen karena tidak ada bercak-bercak alias mulus. Pisang berkulit mulus dianggap bukan pisang lezat. Pemotongan jantung pisang pun menuai masalah. Pekebun kerap menggunakan pisau untuk memotong jantung pisang sakit pada pisang sehat. Maksud hati mematahkan serangan layu bakteri, apa daya malah menyebarkan penyakit dengan sengaja.
Pisang sepatu amora mempunyai sistem pertahanan alami karena tidak punya jantung. Pengamatan penulis di daerah endemis penyakit layu bakteri, sepatu amora umumnya bertahan hidup. Buah yang dihasilkan normal dan sehat. Sepatu amora yang tanpa bunga jantan dan jantung luput dari kunjungan serangga yang ikut menyebarkan penyakit.
Pada pertemuan perpisangan untuk wilayah Asia Pasifik di Filipina pada 2002, penulis menginformasikan prospek sepatu amora sebagai pilihan pengembangan jenis pisang komersial di wilayah endemik wabah layu bakteri. Informasi itu segera direspons peneliti pisang di dunia. Terbukti informasi itu kembali terungkap pada pertemuan Penyakit Layu Fusarium Pisang di Brasil pada 2003. Disebutkan sepatu amora layak ditanam untuk mengantisipasi serangan penyakit layu pisang di dunia.

D. Kesimpulan
Beberapa pendekatan dan percobaan telah dilakukan dalam rangka pembentukan buah partenokar-pi pada tanaman transgenik. Pem-bentukan buah partenokarpi melalui rekayasa genetika akan dapat menjawab tuntutan konsumen yang menginginkan adanya buah tanpa biji dengan kualitas lebih baik dan produktivitas yang tinggi, khususnya pada tanaman hortikultura yang bernilai tinggi (komersial). Sejalan dengan itu, pendekatan secara molekuler dengan teknik microarray juga dapat digunakan untuk studi pembandingan dan studi perubahan pola ekspresi gen selama perkembangan buah baik pada buah partenokarpi maupun buah normal (hasil pembuahan). Dengan demikian, sintesis fitohormon secara endogen pada bunga atau bakal buah akan dapat terkontrol baik waktu (timing), tempat (lokasi), dan kekuatan (strength) ekspresi serta pengaruhnya bagi per-tumbuhan dan perkembangan buah.


PUSTAKA
Acciarri, N., V. Ferrari, G. Vitelli, N. Ficcadenti, T. Pandolfini, A. Spena, and G.L. Rotino. 2000. Effetto della partenocarpia in ibridi di pomodoro geniticamente modica-ti. Informatore Agrario 4:117-121.

Barg, R. and Y. Salts. 1996. Method for the induction of genetic parthenocarpy in plants. Application No. IL19960117139. Patent No. W09730165.

Dozella, G., A. Spena, and G.L.Rotino. 2000. Transgenic parthenocarpic eggplants: Superiro germplasm for increased winter production. Mol. Breed. 6:79-86.

Ficcadenti, N., S. Sestili, T. Pandolfini, C. Cirillo, G.L. Rotino, and A.Spena. 1999. Genetic engineering of parthenocarpic fruit development
in tomato. Mol. Breed. 5:463-470.

Fitting, H. 1909. Die beeinflussung der Orchideenbluten durch die Bestaubung und durch andere Umstande. Zeitshchrift fuer Botanik 1:1-86.

Gillapsy, G., H. Ben-David, and W.Grulssem. 1993. Fruits: A development perspective. The Plant Cell 5:1439-1451.

Grossniklaus, U. and J.P. Vielle-Calzada. 1999. Seed specific polycomb group gene and methods of use for same. Patent Application Number US19980061769. PN WO9953083.

Gustafson, F.G. 1942. Parthenocarpy: Natural and Artificial. Botanical Review 8:599-654.

Hagen, G., G. Martin, Y. Li, and T.J.Guilfoyle. 1991. Auxin-induced expression of soybean GH3 promoter in transgenic tobacco plants. Plant Mol. Biol. 17(3):567-579.

Jumali Pardal ,Saptowo.2007. Pembentukan Buah Partenokarpi Melalui Rekayasa Genetika. Bogor:Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan

Kihara, H. 1951. Triploid watermelon.Proc. Amer. Soc. Hort. Sci. 58:217-230.

Kosuge, T., M.G. Heskett, and E.E.Wilson. 1966. Microbial synthesis and degradation of the indole-3- acetic acid. J. Biol. Chem. 241:3738-3744.

Lee, T.H., A. Sugiyama, K. Takeno, H.Ohno, and S. Yamaki. 1997. Changes in content of indole-3- acetic acid and activities of sucrose metabolizing enzyme during fruit growth in eggplant (Solanum melongena L.). J. Plant Physiol. 150:292-296.

Li, Y. 1997. Transgenic seedless fruit and methods. Patent Application Number US1997060045725.WO9849888A1.

Ma, H., M.F. Yanofsky, and E.M.Meyerowitz. 1991. AGL1-AGL6, an Arabidopsis gene family with similarity to floral homeotic and transcription factor genes. Genes and Dev. 5:484-495.

Nitsch, J.P. 1950. Growth and morphogenesis of strawberry as related to auxin. Am. J. Botany 37:211-215.

Paddon, C.J. and R.W. Hartley. 1987. Expression of Bacillus amyloliquefaciens extracellular ribonuclease (barnase) in E. coli following an inactivating mutation. Gene 53(1):11-19.

Rotino, G.L., H. Sommer, H. Saedler, and A. Spena. 1996. Methods for producing parthenocarpic or female sterile transgenic plants and methods for enhancing fruit setting and development. Priority Number EPO 96120645.5.

Rotino, G.L., E. Perri, M. Zottini, H.Sommer, and A. Spena. 1997. Genetic engineering of parthenocarpic plants. Nature Biotech. 15:1398-1401.

Savidge, B., S.D. Rounsley, and M.F.Yanofsky. 1995. Temporal relationship between the transcription of two Arabidopsis MADS box genes and the floral organ identity genes. Plant Cell 7(6):721-733.

Schwabe, W.W. and J.J. Mills. 1981. Hormones and parthenocarpic fruit set: A literature survey. Hort. Abstracts 51:661-698.

Sugiharto.1999. Pembentukan buah partenokarpi pada Cabai (Capsicum annum, L)Email: library@lib.unair.ac.id; libunair@indo.net.id; Faculty of Mathematics and Natural Science Airlangga University